Pajak progresif adalah salah satu pajak yang harus dibayar pemilik kendaraan bermotor. Agar bisa membayar dengan akurat, pemiliknya perlu mengetahui cara menghitung pajak progresif dengan tepat.
Pajak ini berlaku hanya jika seseorang memiliki lebih dari 1 mobil atau motor. Sesuai namanya, persentase pajak ini semakin besar untuk kendaraan kedua, ketiga, dan seterusnya.
Apa Itu Pajak Progresif?
Pajak progresif adalah tarif pajak atas kendaraan bermotor dengan persentase yang didasarkan pada jumlah objek pajak dan besaran nilai dari objek itu.
Pajak ini dikenakan pada setiap orang yang memiliki lebih dari 1 kendaraan dengan jenis dan alamat yang sama. Oleh karena itu, pajak ini sering disebut pajak bertingkat.
Jenis pajak ini akan berlaku jika:
-
Anda memiliki 2 unit motor atau 2 unit motor atas nama sendiri.
-
Anda memiliki 2 unit motor atau 2 unit mobil, masing-masing atas nama orang yang berbeda, tetapi masih satu kartu keluarga (terhitung sebagai satu alamat).
-
Anda telah menjual kendaraan lama dan membeli yang baru, tetapi belum melakukan balik nama.
Jika Anda memiliki 1 unit motor dan 1 unit mobil, maka pajak ini tidak akan berlaku.
Pajak progresif diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pajak ini dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
-
Kepemilikan kendaraan dengan roda kurang dari empat.
-
Kepemilikan kendaraan roda empat.
-
Kepemilikan kendaraan dengan roda lebih dari empat.
Besaran tarif pajak progresif diatur di dalam Pasal 6 sebagai berikut:
-
Tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) pertama paling rendah 1% dan paling tinggi 2%.
-
Tarif pajak kendaraan bermotor (PKB) kedua dan seterusnya paling rendah 2% dan paling tinggi 10%. Ini berlaku untuk mobil maupun motor.
Cara Menghitung Pajak Progresif
Besaran pajak progresif di setiap wilayah berbeda-beda. Sebagai contoh, inilah besaran pajak yang berlaku di DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 Tahun 2015:
-
Kendaraan pertama: 2%
-
Kendaraan kedua: 2,5%
-
Kendaraan ketiga: 3%
-
Kendaraan keempat: 3,5%
-
Kendaraan kelima: 4%
-
Kendaraan keenam: 4,5%
-
Kendaraan ketujuh: 5%
-
Kendaraan kedelapan: 5,5%
-
Kendaraan kesembilan: 6%
-
Kendaraan kesepuluh: 6,5%
-
Kendaraan kesebelas: 7%
-
Kendaraan kedua belas: 7,5%
-
Kendaraan ketiga belas: 8%
-
Kendaraan keempat belas: 8,5%
-
Kendaraan kelima belas: 9%
-
Kendaraan keenam belas: 9,5%
-
Kendaraan ketujuh belas: 10%
Cara menghitung pajak progresif didasarkan pada 4 hal penting, yakni:
-
Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB),
-
Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ),
-
Nilai Pajak Progresif,
-
Nilai Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Agar lebih jelas, simak contoh di bawah ini.
Liza memiliki 2 mobil yang sama-sama berdomisili di Jakarta dan dibeli di tahun yang sama.
Rincian pajak dan biaya lainnya dari mobil pertama:
-
PKB di STNK sebesar Rp3.000.000 dan SWDKLLJ Rp165.000.
-
NJKB = (Rp3.000.000:2) X 100 = Rp150.000.000.
Untuk mencari berapa besaran tarif pajaknya, gunakan perhitungan ini:
PKB: Rp150.000.000 X 2% = Rp3.000.000
SWDKLLJ: Rp165.000
Besaran pajak progresif: Rp3.000.000 + Rp165.000 = Rp3.165.000.
Jadi, besaran tarif pajak progresif untuk mobil Liza yang pertama adalah Rp3.165.000.
Sementara mobil kedua seharga memiliki rincian sebagai berikut:
NJKB: Rp135.000.000.
PKB: Rp135.000.000 X 2,5% = Rp3.375.000.
SWDKLLJ: Rp165.000.
Besaran pajak progresif: Rp3.375.000 + Rp165.000 = Rp3.540.000
Jadi, pajak progresif untuk mobil Liza yang kedua adalah Rp3.540.000.
Cara menghitung pajak progresif di atas dapat digunakan untuk kendaraan motor maupun mobil. Nilai pajak akan meningkat seiring bertambahnya kendaraan bermotor (dengan jenis yang sama) yang dimiliki.
Belum ada komentar, tambahkan komentar anda.